Jayapura,JayaTvPapua.com. – Mengkaji dampak abrasi, sedimentasi, serta potensi bencana tsunami di kawasan pesisir Holtekamp, Dosen Teknik Universitas Cenderawasih bersama mahasiswa melakukan penelitian di KM 14, Muara Kali Buaya, Pantai Holtekamp, Distrik Muara Tami, Jayapura.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah yang mengalami akresi (pendangkalan) atau abrasi (pengikisan) di wilayah pesisir pantai Holtekamp, sekaligus memberdayakan mahasiswa S1 dan S2. 
Ira Widyastuti, Dosen Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Cenderawasih menjelaskan bahwa penelitian ini berfokus pada dinamika sedimentasi di Muara Kali Buaya, yang memengaruhi ekosistem perairan dan potensi pengembangan wilayah.
“Wilayah Holtekamp memiliki banyak potensi, mulai dari pariwisata, perairan, hingga pengembangan kota satelit. Namun, perubahan garis pantai akibat sedimentasi bisa menjadi ancaman jika tidak dikelola dengan baik,” ujar Ira saat ditemui wartawan Berita Papua di lokasi penelitian, Rabu (14/5/25).
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa aspek, meliputi:
1. Pasang surut – Memantau fluktuasi permukaan air laut di muara.
2. Batimetri – Pemetaan kedalaman perairan untuk melihat perubahan dasar laut.
3. Laju Sedimen – Mengukur seberapa cepat sedimentasi terjadi.
4. Salinitas – Memantau sejauh mana air laut masuk ke hulu sungai.
Muara Kali Buaya disebutkan memiliki potensi pendangkalan yang signifikan. Menurut Dosen Uncen itu, cerita masyarakat setempat, dahulu kawasan ini kaya akan ikan, namun kini habitatnya terganggu akibat sedimentasi.
“Jika terjadi akresi (pendangkalan) di alur pelayaran, perlu ada tindakan seperti pengerukan. Sementara jika abrasi mengancam pemukiman, solusinya mungkin pembangunan breakwater (pemecah gelombang),” imbuh Ira.
Ia menjelaskan bahwa pengambilan data lapangan dilakukan selama 1 bulan, mencakup pengukuran batimetri, pengambilan sampel sedimen, dan pemantauan pasang surut. Selanjutnya, analisis data memakan waktu 1-2 bulan, sehingga total penelitian diperkirakan selesai dalam 3 bulan.
Dalam penelitian ini, kata Ira, mahasiswa S1 dan S2 mengambil 4 judul skripsi yang terkait, yaitu: Laju sedimen di pesisir Holtekamp, Pemetaan batimetri wilayah muara, Analisis pasang surut Muara Kali Buaya dan Pengaruh salinitas terhadap ekosistem muara.
Menanggapi penelitian pasang surut dan sedimentasi yang dilakukan oleh Universitas Cenderawasih di Muara Kali Buaya, Albert Merauje, yang besar di Holtekamp dan Enggros, menyatakan keprihatinannya atas perubahan garis pantai dalam 40 tahun terakhir.
“Dulu abrasi sudah menggerus sekitar 50 meter. Kawasan ini dulunya kaya akan biota laut seperti kepiting dan ikan, tetapi kini mulai berkurang akibat perubahan alam dan aktivitas manusia,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan potensi tsunami, mengacu pada peristiwa tahun 2011 ketika gelombang tsunami dari Jepang sampai ke perairan Holtekamp dalam hitungan jam.
“Kita pernah mengalami dampak tsunami. Namun, hingga kini belum ada rambu-rambu evakuasi yang memadai. Jika terjadi bencana, ke mana masyarakat harus lari?” tegasnya.
Sebagai legislator, Albert berencana meminta Pemerintah Provinsi Papua bersinergi dengan Universitas Cenderawasih untuk melakukan kajian mendalam terkait:
1. Perubahan garis pantai akibat pasang surut dan abrasi.
2. Dampak sedimentasi terhadap ekosistem dan mata pencaharian nelayan.
3. Pemetaan risiko tsunami dan rekomendasi mitigasi bencana.
4. Pengembangan kawasan satelit Muara Tami yang berkelanjutan.
“Kita harus manfaatkan ahli-ahli lokal dari Uncen (Universitas Cenderawasih) daripada mendatangkan dosen dari luar. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar perencanaan pembangunan ke depan,” jelasnya.
Albert menekankan bahwa pembangunan di kawasan pesisir harus memperhatikan keseimbangan alam dan kebutuhan masyarakat adat, khususnya warga Kampung Enggros yang bergantung pada sumber daya laut.
“Kita ingin pembangunan yang ramah lingkungan dan manusia. Jangan sampai tata ruang mengabaikan ancaman bencana atau merusak habitat alami,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar hasil penelitian digunakan untuk, pemasangan rambu evakuasi tsunami di sepanjang pesisir, penyusunan rencana tata ruang berbasis mitigasi bencana dan pengembangan ekowisata dan pendidikan lingkungan.
Albert berharap kajian ini dapat menjadi model kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam menjaga kelestarian alam Papua.
“Alam ini anugerah Tuhan yang harus kita jaga. Dengan ilmu pengetahuan, kita bisa memanfaatkannya secara bijak untuk generasi mendatang,” pungkasnya.
 
				 
							 
											 
				












