Jayapura,JayaTvPapua.com. – Kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan venue aerosport Mimika, Dr. Anthon Raharusun, S.H., M.H., melayangkan kritik tajam terhadap mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mimika, Sutrisno Margi Utomo. Anthon menilai, klarifikasi Sutrisno di media hanya sebagai bentuk perlindungan diri, dan tidak menyentuh substansi permasalahan hukum yang menimpa kliennya.
Dalam keterangan pers di Jayapura, Kamis (10/7/2025), Anthon menyampaikan bahwa pihaknya akan melaporkan Sutrisno ke Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin, atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proses pendampingan proyek strategis nasional pembangunan venue aerosport Mimika.
“Kami mempertanyakan, mengapa Kejari Mimika dan Tim Jaksa yang melakukan pendampingan hukum justru kini menjebloskan para pejabat dan kontraktor ke penjara? Bukankah pendampingan hukum dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, bukan menjerat pihak yang didampingi?” tegas Anthon.
Anthon mengungkapkan bahwa berdasarkan dokumen yang dimiliki, Kajari Mimika mengeluarkan surat perintah pendampingan kepada lima orang jaksa dalam proyek yang dibiayai dana Otsus-lanjutan senilai lebih dari Rp82 miliar. Namun, kata dia, pendampingan itu justru berakhir pada dugaan kerugian negara sebesar Rp31 miliar.
“Kalau memang tidak ada konflik kepentingan, lalu kenapa ada proses hukum yang sekarang menjerat orang-orang yang sejak awal telah didampingi jaksa? Ini ironis. Seolah-olah pengawal justru memukul yang dikawal,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan klaim Sutrisno yang menepis adanya konflik kepentingan. Menurut Anthon, klarifikasi tersebut hanya menunjukkan ketakutan pribadi eks Kajari agar tidak ikut terseret dalam perkara yang sedang disidik Kejaksaan Tinggi Papua.
“Kalau tidak merasa bersalah, mengapa buru-buru klarifikasi di media? Itu tidak menyelesaikan apa pun. Klien kami tetap ditahan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Anthon meminta penyidik Kejati Papua memeriksa semua pihak yang terlibat dalam pendampingan hukum proyek tersebut, termasuk mengevaluasi apakah mereka memiliki mandat resmi dari Kejati maupun Kejaksaan Agung.
“Pendampingan jaksa tidak boleh dijadikan alat pemidanaan. Jika ada kesalahan prosedur, itu bukan semata tanggung jawab klien kami,” ujarnya.
Anthon juga menyoroti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama PPTK, PPK, dan kontraktor yang menyatakan bahwa secara fisik proyek pembangunan venue tidak bermasalah. Namun perkara tetap bergulir ke pengadilan.
“Kalau proyek mangkrak, silakan buktikan. Tapi kalau hanya berdasarkan asumsi, ini bukan penegakan hukum, melainkan pembunuhan karakter,” ujarnya.
Ia mengimbau pemerintah daerah di Papua agar lebih hati-hati dalam meminta pendampingan hukum kepada kejaksaan. Pasalnya, banyak kasus korupsi di Papua justru bermula dari pendampingan hukum yang tidak tepat sasaran.
Anthon menegaskan, tim kuasa hukum akan membuktikan di pengadilan Tipikor Jayapura bahwa kliennya tidak bersalah. Pihaknya juga telah menempuh langkah praperadilan di Pengadilan Negeri Jayapura untuk menguji keabsahan tindakan penyidik, mulai dari penangkapan hingga penetapan tersangka.
Namun, dalam sidang praperadilan yang digelar hari ini, Kejaksaan Tinggi Papua selaku termohon tidak hadir. “Ini bentuk penghindaran. Kalau semua prosedur sudah benar, hadapi saja. Jangan gunakan alasan teknis untuk mengulur waktu,” tandasnya.
Ia menutup dengan harapan agar Jaksa Agung turun tangan langsung dan mengevaluasi proses hukum yang sedang berjalan. “Jangan ada lagi jaksa yang jadi algojo atas nama hukum,” pungkas Anthon.